DPU, Turunkan Stunting dengan Gizi Sensitif

CirebonOnline

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Jawa Tengah, Brebes, – Dalam pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Kegiatan yang termasuk dalam program intervensi gizi sensitif meliputi sanitasi dan air bersih pada rumah tangga, pemberian bantuan asuransi kesehatan untuk keluarga kurang mampu, meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Brebes berkonsentrasi pada intervensi gizi sensitif.

“DPU menguatkan pada program intervensi gizi sensitif yakni bantuan sanitasi dan air bersih,” ungkap Kepala DPU Kab Brebes Sutaryono, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (2/2/2023).

Intervensi gizi sensitif, kata Sutaryono, idealnya dilaksanakan melalui koordinasi dengan sektor luar kesehatan seperti ketahanan pangan, sanitasi dan lingkungan, sosial, dan sebagainya. Keberhasilan intervensi gizi sensitif ini menyumbangkan 70 % terhadap penurunan angka stunting.

Komitmen DPU, lanjutnya, dalam upaya percepatan penurunan stunting adalah peningkatan kepemilikan sumber air bersih dan membangun perluasan jaringan perpipaan. Untuk perluasan jaringan perpipaan dibangun di Desa Blandongan Kec Banjarharjo dan Desa Bentarsari Kec Salem. Sedangkan untuk pembangunan tambahan Mata Air Kapasitas 1,5 Liter/Detik di Desa Sridadi Kec. Sirampog Kab. Brebes.

“Untuk pembangunan di tiga desa tersebut total pagu APBD 2022 sebesar Rp 2,07 miliar,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes Ineke Tri Sulistyowaty menjelaskan, intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang ditujukan langsung kepada kelompok sasaran tertentu yaitu balita, ibu hamil, remaja putri dan lainnya.

“Intervensi gizi spesifik telah terbukti dapat mengurangi stunting sebesar 30% dari prevalensi di dunia yaitu intervensi melalui suplemtasi dan fortifikasi, mendukung pemberian ASI ekslusif, penyuluhan tentang pola makan anak, pengobatan untuk kekurangan gizi akut dan pengobatan infeksi,” papar Ineke.

Kata Ineke, Pemerintah Republik Indonesia mempunyai cita-cita mewujudkan anak yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia. Anak adalah generasi bangsa harus sehat, cerdas, kreatif dan produkstif. Agar dapat tumbuh menjadi generasi yang handal, anak-anak yang terlahir dan tumbuh harus dalam keadaan berkecukupan gizi. Apabila anak terlahir dan tumbuh dalam situasi kekurangan gizi kronis, mereka akan menjadi anak yang kerdil (stunting).

“Pemerintah menargetkan pada tahun 2024, stunting berada pada angka 14 persen,” tandasnya.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.

Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus 2 standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Sehingga periode 1.000 HPK harus mendapatkan perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan dan produktivitas seseorang di masa depan. (Wasdiun)

Spread the love